Jumat, 09 Maret 2018

TUGAS SOFTSKILL #1 TERJEMAHAN ARTIKEL TENTANG KEBUDAYAAN INDONESIA

ASRI JUL MEGITA (11614748) / 4SA01

KIRAB MALAM SATU SURO RITUAL



Satu Suro marks the first (‘satu’) day of the Suro month, which is considered the most sacred month of the Javanese calendar. Furthermore, Suro is the first month of the Javanese calendar, and coincides with Muharram – the first month of the Islamic calendar (Hijrah). Since ancient times, the Javanese spend the night (‘malam’) of Satu Suro through practicing meditation and contemplation. Besides spiritual practice, ceremonial rituals are performed at the Javanese royal palace (‘keraton’) of Surakarta and Yogyakarta.


Traditionally, the first day of the new year marks the beginning of a new life, i.e. a (spiritual and worldly) rebirth. In this way, then, Satu Suro also can be seen as a cleansing ritual, for it offers the Javanese the opportunity to purify themselves through performing austerities throughout the night. Hence, the majority of Javanese will abstain from eating, drinking, talking, and sleeping during the night of Satu Suro. This is believed to generate immeasurable merit and virtue, which will result in auspicious blessings of good luck, health and wealth for the coming year.


At midnight there is an ancient ritual performed by the royal court servants (‘abdi dalem’) at the keraton of Surakarta. This ritual is called ‘Kirab Malam Satu Suro’ and is performed according ancient tradition, which originates from the early days of the Mataram Kingdom in seventeenth century Java. The Kirab Malam Satu Suro ceremony involves the ritual cleansing (‘kirab’) of the collection of sacred heirloom items in the keraton. The heirloom collection mainly consists of traditional weapons such as ancient kerises (daggers) and tombak (spears), though it also includes several traditional music instruments (gamelan) and royal regalia.


However, perhaps the most unique heirloom item in the royal palace at Surakarta is Kyai Slamet Kebo Bule, an albino buffalo which is believed to possess supernatural abilities. The white buffalo is considered a royal descendant as well. The kebo bule, as it is often called, was offered as a royal gift to Sultan Pakubuwono II (1711–1749), who kept the animal as a pet. Kyai Slamet is a mystical heirloom that is inextricably linked with the traditional Javanese belief system (Kejawen). At midnight of Satu Suro, the Kirab Malam Satu Suro ceremony follows with a procession through the streets of Surakarta. The procession is leaded by the kebo bule, followed by the abdi dalem carrying the ritually cleansed heirloom items. Thus, auspicious blessings of protection and good health are bestowed upon the Javanese.






GOOGLE TRANSLATE VERSION



KIRAB MALAM SATU SURO RITUAL


Satu Suro menandai hari pertama bulan Suro (yang 'satu'), yang dianggap sebagai bulan paling suci dalam kalender Jawa. Selanjutnya, Suro adalah bulan pertama kalender Jawa, dan bertepatan dengan Muharram - bulan pertama kalender Islam (Hijrah). Sejak zaman kuno, orang Jawa menghabiskan malam (satu malam) satu Suro dengan berlatih meditasi dan kontemplasi. Selain latihan spiritual, ritual seremonial dilakukan di istana keraton 'Surakarta dan Yogyakarta.
Secara tradisional, hari pertama tahun baru menandai dimulainya kehidupan baru, yaitu kelahiran kembali (spiritual dan duniawi). Dengan cara ini, kemudian, Satu Suro juga bisa dilihat sebagai ritual pembersihan, karena ini memberi kesempatan kepada orang Jawa untuk menyucikan diri mereka melalui melakukan pertapaan sepanjang malam. Oleh karena itu, mayoritas orang Jawa tidak mau makan, minum, berbicara, dan tidur di malam hari Satu Suro. Hal ini diyakini menghasilkan kelebihan dan kebajikan yang tak terukur, yang akan menghasilkan keberuntungan keberuntungan, kesehatan dan kekayaan untuk tahun depan.
Pada tengah malam ada ritual kuno yang dilakukan oleh para pegawai istana ('abdi dalem') di keraton Surakarta. Ritual ini disebut 'Kirab Malam Satu Suro' dan dilakukan sesuai tradisi kuno, yang berasal dari masa-masa awal Kerajaan Mataram di Jawa abad ke-17. Upacara Kirab Malam Satu Suro melibatkan pembersihan ritual ('kirab') koleksi pusaka pusaka pusaka di keraton. Koleksi pusaka terutama terdiri dari senjata tradisional seperti keris kuno (belati) dan tombak tombak, meski juga mencakup beberapa instrumen musik tradisional (gamelan) dan regalia kerajaan.
Namun, mungkin item pusaka yang paling unik di istana kerajaan di Surakarta adalah Kyai Slamet Kebo Bule, seekor kerbau albino yang diyakini memiliki kemampuan supranatural. Kerbau putih juga dianggap keturunan bangsawan. Kebo bule, seperti yang sering disebut, ditawarkan sebagai hadiah kerajaan kepada Sultan Pakubuwono II (1711-1749), yang memelihara hewan itu sebagai hewan peliharaan. Kyai Slamet adalah pusaka mistis yang sangat terkait dengan sistem kepercayaan tradisional Jawa (Kejawen). Pada tengah malam Satu Suro, upacara Kirab Malam Satu Suro mengikuti sebuah prosesi melalui jalan-jalan di Surakarta. Prosesi dipimpin oleh kebo bule, diikuti oleh abdi dalem yang membawa barang pusaka yang telah dibersihkan secara ritual. Dengan demikian, keberuntungan perlindungan dan kesehatan yang baik diberikan kepada orang Jawa.




GOOGLE TRANSLATE REVISED VERSION




RITUAL KIRAB MALAM SATU SURO


Satu Suro menjadi tanda hari pertama bulan Suro ('satu') yang dianggap sebagai kalender paling suci dalam kalender Jawa. Kemudian, Suro adalah bulan pertama kalender Jawa yang bertepatan dengan Muharram - bulan pertama kalender Islam (Hijrah). Sejak zaman kuno, orang Jawa menghabiskan malam satu Suro dengan menjalankan semadi dan perenungan. Selain melakukan kegiatan spiritual, upacara adat juga dilakukan di istana kerajaan jawa (‘keraton’) Surakarta dan Yogyakarta.


 Menurut tradisi, hari pertama tahun baru menandakan dimulainya kehidupan baru, yaitu kelahiran kembali (rohani dan duniawi). Sehingga, Satu Suro juga bisa dilihat sebagai ritual pembersihan, karena memberi kesempatan kepada orang Jawa untuk menyucikan diri melalui pertapaan sepanjang malam. Oleh karena itu, mayoritas orang Jawa tidak mau makan, minum, berbicara, dan tidur selama malam Satu Suro. Hal itu diyakini bisa mendapat pahala dan kebajikan tanpa batas, yang akan membawa berkah keberuntungan, kesehatan dan kemakmuran untuk tahun yang akan datang.

Ada ritual kuno yang dilakukan oleh para pegawai istana ('abdi dalem') di keraton Surakarta pada tengah malam. Ritual ini disebut 'Kirab Malam Satu Suro' dan dilakukan sesuai tradisi kuno, yang berasal dari Kerajaan Mataram di Jawa pada awal abad ke-17. Upacara Kirab Malam Satu Suro meliputi pembersihan ritual ('kirab') koleksi pusaka suci di keraton. Koleksi pusaka itu terdiri dari senjata tradisional seperti keris kuno dan tombak, lalu benda-benda pusaka lain yang mencakup beberapa alat musik tradisional (gamelan) dan alat-alat kerajaan.

 Namun, konon barang pusaka yang paling unik di keraton Surakarta adalah Kyai Slamet Kebo Bule, seekor kerbau albino yang diyakini memiliki kemampuan supranatural. Kerbau putih itu juga dianggap keturunan bangsawan. Kerbau yang sering dipanggil Kebo Bule itu diberikan sebagai hadiah kerajaan kepada Sultan Pakubuwono II (1711-1749), yang memelihara hewan itu sebagai hewan peliharaan. Kyai Slamet adalah pusaka gaib yang sangat terkait dengan sistem kepercayaan tradisional Jawa (Kejawen). Pada tengah malam Satu Suro, prosesi upacara Kirab Malam Satu Suro digelar melewati jalan-jalan di Surakarta. Iring-iringan itu dipimpin oleh kebo bule dan diikuti oleh abdi dalem sambil membawa barang pusaka yang telah dibersihkan secara ritual. Dengan demikian, berkah perlindungan dan kesehatan yang baik akan diberikan kepada orang Jawa.