KIRAB
MALAM SATU SURO RITUAL
Satu Suro marks the first (‘satu’) day of the Suro
month, which is considered the most sacred month of the Javanese calendar.
Furthermore, Suro is the first month
of the Javanese calendar, and coincides with Muharram – the first month of the
Islamic calendar (Hijrah). Since
ancient times, the Javanese spend the night (‘malam’) of Satu Suro
through practicing meditation and contemplation. Besides spiritual practice,
ceremonial rituals are performed at the Javanese royal palace (‘keraton’) of Surakarta and Yogyakarta.
Traditionally,
the first day of the new year marks the beginning of a new life, i.e. a
(spiritual and worldly) rebirth. In this way, then, Satu Suro also can be seen as a cleansing ritual, for it offers the
Javanese the opportunity to purify themselves through performing austerities
throughout the night. Hence, the majority of Javanese will abstain from eating,
drinking, talking, and sleeping during the night of Satu Suro. This is believed to generate immeasurable merit and
virtue, which will result in auspicious blessings of good luck, health and
wealth for the coming year.
At midnight there is an ancient ritual performed by
the royal court servants (‘abdi dalem’)
at the keraton of Surakarta. This
ritual is called ‘Kirab Malam Satu Suro’
and is performed according ancient tradition, which originates from the early
days of the Mataram Kingdom in seventeenth century Java. The Kirab Malam Satu Suro ceremony involves
the ritual cleansing (‘kirab’) of the
collection of sacred heirloom items in the keraton.
The heirloom collection mainly consists of traditional weapons such as ancient kerises (daggers) and tombak (spears), though it also includes
several traditional music instruments (gamelan)
and royal regalia.
However, perhaps the most unique heirloom item in
the royal palace at Surakarta is Kyai
Slamet Kebo Bule, an albino buffalo which is believed to possess
supernatural abilities. The white buffalo is considered a royal descendant as
well. The kebo bule, as it is often
called, was offered as a royal gift to Sultan Pakubuwono II (1711–1749), who
kept the animal as a pet. Kyai Slamet
is a mystical heirloom that is inextricably linked with the traditional
Javanese belief system (Kejawen). At
midnight of Satu Suro, the Kirab Malam Satu Suro ceremony follows
with a procession through the streets of Surakarta. The procession is leaded by
the kebo bule, followed by the abdi dalem carrying the ritually
cleansed heirloom items. Thus, auspicious blessings of protection and good
health are bestowed upon the Javanese.
GOOGLE TRANSLATE VERSION
KIRAB MALAM SATU SURO RITUAL
Satu Suro
menandai hari pertama bulan Suro (yang 'satu'), yang dianggap sebagai bulan
paling suci dalam kalender Jawa. Selanjutnya, Suro adalah bulan pertama
kalender Jawa, dan bertepatan dengan Muharram - bulan pertama kalender Islam
(Hijrah). Sejak zaman kuno, orang Jawa menghabiskan malam (satu malam) satu
Suro dengan berlatih meditasi dan kontemplasi. Selain latihan spiritual, ritual
seremonial dilakukan di istana keraton 'Surakarta dan Yogyakarta.
Secara
tradisional, hari pertama tahun baru menandai dimulainya kehidupan baru, yaitu
kelahiran kembali (spiritual dan duniawi). Dengan cara ini, kemudian, Satu Suro
juga bisa dilihat sebagai ritual pembersihan, karena ini memberi kesempatan
kepada orang Jawa untuk menyucikan diri mereka melalui melakukan pertapaan
sepanjang malam. Oleh karena itu, mayoritas orang Jawa tidak mau makan, minum,
berbicara, dan tidur di malam hari Satu Suro. Hal ini diyakini menghasilkan
kelebihan dan kebajikan yang tak terukur, yang akan menghasilkan keberuntungan
keberuntungan, kesehatan dan kekayaan untuk tahun depan.
Pada tengah
malam ada ritual kuno yang dilakukan oleh para pegawai istana ('abdi dalem') di
keraton Surakarta. Ritual ini disebut 'Kirab Malam Satu Suro' dan dilakukan
sesuai tradisi kuno, yang berasal dari masa-masa awal Kerajaan Mataram di Jawa
abad ke-17. Upacara Kirab Malam Satu Suro melibatkan pembersihan ritual
('kirab') koleksi pusaka pusaka pusaka di keraton. Koleksi pusaka terutama
terdiri dari senjata tradisional seperti keris kuno (belati) dan tombak tombak,
meski juga mencakup beberapa instrumen musik tradisional (gamelan) dan regalia
kerajaan.
Namun, mungkin
item pusaka yang paling unik di istana kerajaan di Surakarta adalah Kyai Slamet
Kebo Bule, seekor kerbau albino yang diyakini memiliki kemampuan supranatural.
Kerbau putih juga dianggap keturunan bangsawan. Kebo bule, seperti yang sering
disebut, ditawarkan sebagai hadiah kerajaan kepada Sultan Pakubuwono II
(1711-1749), yang memelihara hewan itu sebagai hewan peliharaan. Kyai Slamet
adalah pusaka mistis yang sangat terkait dengan sistem kepercayaan tradisional
Jawa (Kejawen). Pada tengah malam Satu Suro, upacara Kirab Malam Satu Suro
mengikuti sebuah prosesi melalui jalan-jalan di Surakarta. Prosesi dipimpin
oleh kebo bule, diikuti oleh abdi dalem yang membawa barang pusaka yang telah dibersihkan
secara ritual. Dengan demikian, keberuntungan perlindungan dan kesehatan yang
baik diberikan kepada orang Jawa.
GOOGLE TRANSLATE
REVISED VERSION
RITUAL KIRAB MALAM SATU SURO
Satu Suro menjadi
tanda hari pertama bulan Suro ('satu') yang dianggap sebagai kalender paling
suci dalam kalender Jawa. Kemudian, Suro adalah bulan pertama kalender Jawa yang
bertepatan dengan Muharram - bulan pertama kalender Islam (Hijrah). Sejak zaman
kuno, orang Jawa menghabiskan malam satu Suro dengan menjalankan semadi dan perenungan.
Selain melakukan kegiatan spiritual, upacara adat juga dilakukan di istana kerajaan
jawa (‘keraton’) Surakarta dan Yogyakarta.
Menurut tradisi,
hari pertama tahun baru menandakan dimulainya kehidupan baru, yaitu kelahiran
kembali (rohani dan duniawi). Sehingga, Satu Suro juga bisa dilihat sebagai
ritual pembersihan, karena memberi kesempatan kepada orang Jawa untuk
menyucikan diri melalui pertapaan sepanjang malam. Oleh karena itu, mayoritas
orang Jawa tidak mau makan, minum, berbicara, dan tidur selama malam Satu Suro.
Hal itu diyakini bisa mendapat pahala dan kebajikan tanpa batas, yang akan membawa
berkah keberuntungan, kesehatan dan kemakmuran untuk tahun yang akan datang.
Ada ritual kuno
yang dilakukan oleh para pegawai istana ('abdi dalem') di keraton Surakarta pada
tengah malam. Ritual ini disebut 'Kirab Malam Satu Suro' dan dilakukan sesuai
tradisi kuno, yang berasal dari Kerajaan Mataram di Jawa pada awal abad ke-17.
Upacara Kirab Malam Satu Suro meliputi pembersihan ritual ('kirab') koleksi pusaka
suci di keraton. Koleksi pusaka itu terdiri dari senjata tradisional seperti
keris kuno dan tombak, lalu benda-benda pusaka lain yang mencakup beberapa alat
musik tradisional (gamelan) dan alat-alat kerajaan.
Namun, konon barang
pusaka yang paling unik di keraton Surakarta adalah Kyai Slamet Kebo Bule,
seekor kerbau albino yang diyakini memiliki kemampuan supranatural. Kerbau
putih itu juga dianggap keturunan bangsawan. Kerbau yang sering dipanggil Kebo
Bule itu diberikan sebagai hadiah kerajaan kepada Sultan Pakubuwono II
(1711-1749), yang memelihara hewan itu sebagai hewan peliharaan. Kyai Slamet
adalah pusaka gaib yang sangat terkait dengan sistem kepercayaan tradisional
Jawa (Kejawen). Pada tengah malam Satu Suro, prosesi upacara Kirab Malam Satu
Suro digelar melewati jalan-jalan di Surakarta. Iring-iringan itu dipimpin oleh
kebo bule dan diikuti oleh abdi dalem sambil membawa barang pusaka yang telah
dibersihkan secara ritual. Dengan demikian, berkah perlindungan dan kesehatan
yang baik akan diberikan kepada orang Jawa.